Wednesday, December 29, 2004

Tsunami warning halted ‘for tourist industry’

This from the Swedish paper Expressen. Translation by RAW STORY excerpted here.

Just minutes after the earthquake in the Indian Ocean on Sunday morning, Thailand’s foremost meteorological experts were sitting together in a crisis meeting. But they decided not to warn about the tsunami “out of courtesy to the tourist industry,” writes the Thailand daily newspaper The Nation.

The experts got the news around 8:00 am on Sunday morning local time. An hour later, the first massive wave struck. But the experts started to discuss the economic impacts when they discussed if a tsunami warning should be issued.

The primary argument against such a warning was that there had not been any floods in 300 years. Also, the experts believed the Indonesian island Sumatra would be a “cushion” for the southern coast of Thailand. The experts also had bad information; they thought the tremor was 8.1. A similar earthquake occurred in the same area in 2002 with no flooding at all.

One expert The Nation spoke with also noted that the department had only four earthquake experts among their
900-strong meteorological department. A second told The Nation that a tsunami warning was discussed but that because of the risk, they opted not to issue a warning.

“We finally decided not to do anything because the tourist season was in full swing,” the source said. “The hotels were 100 percent booked. What if we issued a warning, which would have led to an evacuation, and nothing had happened. What would be the outcome? The tourist industry would be immediately hurt. Our department would not be able to endure a lawsuit.”

This story was first noted and originally translated at
Democratic Underground.

http://www.bluelemur.com/

Bagaimana dengan kerajaan Malaysia dalam menangani isu ini pula? Adakah ianya sama seperti Thailand? Apapun apa yang paling penting buat masa ini adalah untuk menghulurkan segala bantuan yang termampu kepada mangsa Tsunami di Malaysia dan negara-negara lain.

Ketepikan isu politik dan kata-kata bala dari Tuhan daripada individu-individu yang seolah-olah mahir mentafsir niat Tuhan. Apa yang jelas setiap bencana yang menimpa kita pasti ada pertolongan dan Alhamduliillah! masyarakat antarabangsa segera menghulurkan bantuan. Itulah yang dinamakan semangat kemanusiaan.
Bantuan kepada mangsa Tsunami

Sila klik di sini untuk maklumat lanjut

Monday, December 27, 2004

Blog foto

Oleh kerana aku terlalu kerap mengambil gambar walau di mana saja. Aku telah memutuskan untuk meletakkan foto-foto terpilih untuk dikongsi bersama-sama di blog baru yang bernama Foto Habri.

Diharap anda dapat memberi komen tentang apa saja sama ada subjek gambar yang diambil atau aspek teknik yang sememangnya amat amatur. Selamat menikmati foto-foto!

Sunday, December 26, 2004

Pertahan toleransi walau superficial

Tradisi Rumah Terbuka Ceriakan Suasana Krismas - Bernama
Dialog Agama Perlu Digalak, Kata Najib -Bernama

Sikap toleransi yang diamalkan oleh rakyat Malaysia berbilang kaum dan agama selama ini adalah suatu konstruk budaya yang perlu dipertahan. Walaupun mungkin ianya bersifat superficial, kita tidak harus pesimis dan mesti bersikap optimis bahawa sesuatu yang lebih sejati sifatnya akan muncul jika kita mempunyai impian dan tindakan ke arah itu.Harus diketahui juga bahawa bersikap toleran saja masih tidak mencukupi jika tidak diikuti dengan rasa hormat, sayang menyanyangi dan sentiasa berbudi.

Kita sebagai rakyat Malaysia seharusnya berbangga kerana rakyat bumi bertuah ini dapat hidup aman damai dan saling kenal mengenali. Nikmat seperti ini tidak mudah untuk diperolehi di negara multi kultural yang lain.

Walaupun begitu, anak-anak muda semua bangsa wajib untuk mempertingkatkan toleransi separa palsu ini kepada toleransi tulen dan sikap hormat sesama rakyat pelbagai bangsa dan agama yang tinggi. Ini adalah jihad yang amat penting kepada kita semua!
Teruskan perjuangan wahai James Lee dan rakan!

DUNIA filem anak-anak muda di luar lingkaran konvensional yang ditandai oleh karya-karya yang memahat nama negara pada peta sinema dunia bakal melangkah masuk ke tahun baru dengan kematangan yang bertambah....

Klik di sini untuk artikel bertajuk "Tahun baru masalah lama" yang ditulis oleh Noor Azam Shairi dan disiarkan di dalam sisipan Pancaindera, Mingguan Malaysia 26 Disember 2004.
Merger’s tenuous peace

Tulisan positif terhadap hasil penggabungan Parti Keadilan Nasional dan Parti Rakyat Malaysia kepada Parti Keadilan Rakyat oleh Abdul Razak Ahmad telah disiarkan di akhbar NST edisi 25 Disember

PARTI Keadilan Rakyat’s inaugural congress and election last week consummated the merger of two Opposition parties. It formally sealed the union between Parti Keadilan Nasional and Parti Rakyat Malaysia, but in this marriage, the question on many people’s minds is what the resulting offspring would look like...........

Klik di sini untuk artikel lanjut atau di sini

Saturday, December 25, 2004

Album Butterfingers kini di pasaran



Kepada peminat-peminat muzik di luar sana terutamanya pengikut setia Butterfingers. Album yang ditunggu-tunggu selama ini akhirnya muncul juga. Penantia yang sungguh lama. Album selamat tinggal dunia telah pun berada di pasaran sejak 23 dis 2004 yang lalu. Jadi apa lagi, serbulah kedai muzik yang terdekat.

Butterfingers will be performing together for the first time in one and a half years!

LATTE@8
When: January 6, 11.30pm.
Where: Sunway Pyramid Starbucks
Tickets: Entry is free.



BUTTERFINGERS: SELAMAT TINGGAL DUNIA GIG
When: January 8th, 3pm.
Where: Hard Rock Cafe, Concorde Hotel, K.L.
Tickets: RM25 (inclusive first soft drink)

Jangan lupa turun ke Latte 6 Januari ni, mengikut pengalaman semasa Butter turun masa Latte musim pertama, memang ramai orang. Jadi, datang awal untuk mengelak kekecewaan.

Sumber; http://www.royalbutterfingers.net
Mari berdemo!

Nationwide Protest Against Unfair Toll Increase

Organised by: Coalition Against Unfair Toll Increase (CAUTI)

Date:

26.12.04 (Sunday)

Venue & Time:

1) Juru Toll Plaza: 5.00pm (Penang) - 012-4286629
2) Ampang Toll Plaza: 11.00am (Perak) - 019-5506773
3) Sg Besi Toll Plaza: 5.00pm (KL) - 012-2013656
4) Skudai Toll Plaza: 4.00pm (Johor) - 019-7219069

[General enquiry: 016-3242564 ]

Online Petition against the 10% toll hike on the North-South Expressway, set up by the Coalition Against Unfair Toll Hike (CAUTI)

"Let Pak Lah hear your voice!"

ActNow!!

Sumber: DAP
Jom ke PJ!

Malaysia Open House - Christmas
25 December 2004
Venue: Padang Timur, Petaling Jaya
Organiser: Ministry of Tourism
Telephone: 03 - 2693 7111
Fax: 03 - 2693 4789

With the exception of snow, the Christmas spirit certainly prevails in Malaysia. As elsewhere, Christmas here celebrate the occasion with Christmas trees, gifts and attending church services plus generous doses of Malaysian warmth and hospitality.

This year, Malaysia Open House will be helad on 25 December in PJ, Selangor.

Sumber; http://www.tourism.gov.my/

Friday, December 24, 2004

"Humiliating discovery"...apa ni Thai?

The photographic evidence that Deputy Interior Minister Sutham Saengprathum claimed showed a Muslim separatist training camp in northern Malaysia was in fact pictures of high-school students dressed in junior military uniforms

Klik di sini untuk berita lanjut
Lagi mengenai Yasmin dan Sepetnya

Klik di sini untuk artikel di Kakiseni dan
Klik di sini untuk artikel di Malay Mail 13 Disember (Khamis)
Klik di sini untuk artikel di Blog Danny Lim di The Sun
Penelitian Ilmiah Tentang Ukuran Alat Vital

Artikel ini telah disiarkan di dalam majalah FHM edisi Indonesia dan telah dipaparkan di dalam Yahoo E-Group Classex. Sesiapa yang ingin menyertai Grup ini, sila klik di sini

Berdasarkan penelitian ukuran alat vital pria Indonesia berada antara 12-16 cm, dengan rata-rata sekitar 12 cm. Bandingkan dengan pria Amerika dengan rata-rata sekitar 15 cm dan pria Brasil dengan rata-rata 15,5 cm. Bahkan pria Afrika 17 cm. WOW.

Mengapa bisa berbeda? Padahal seperti kita ketahui semua manusia di dunia adalah keturunan Nabi Adam, apakah yang menyebabkan ukuran ini berbeda. Perbedaan warna kulit terjadi karena adanya perbedaan letak geographies, dan perbedaan postur tubuh karena perbedaan makanan yang dikonsumsi. Lantas apa yang menyebabkan perbedaan ukuran alat vital? Apakah ras memegang peranan penting? Ternyata tidak. Ada beberapa hal yang harus dirubah pada pria Indonesia, dan itu harus dimulai sejak masih dalam rahim ibu.

Yaitu:

1.Konsumsi Zinc pada masa hamil. Selama ini, bangsakita adalah bangsa yang kurang akan Zinc, baik sejak masih dalam kandungan maupun sampai dewasa. Oleh sebab itu, perkembangan organ reproduksi tidak berkembang optimal. Namun, konsumsi Zinc harus dikonsultasikan ke dokter selama ibu mengandung.

2.Makanan pokok Nasi. Selama ini, bangsa kita adalah pengkonsumsi beras terbesar di dunia. Padahal semasa pertumbuhan perlu lebih banyak makan protein bukan karbohidrat. Makanya yang terjadi adalah badan anak-anak kita gemuk tapi tidak bertulang besar. Akibatnya, penis tidak berkembang optimal, apalagi di dalam nasi terdapat unsur salah satu enzim yang menghambat penyerapan Zinc dalam tubuh. Bayangkan, kurang asupan Zinc ditambah dengan mengkonsumsi nasi berlebihan tetapi protein daging-dagingan yang kurang akan menyebabkan perkembangan penis yang terhambat.

3.Kebiasaan Celana Dalam. Semestinya, bangsa kita tidak perlu lagi menggunakan CD (seluar dalam)yang ketat selama hidupnya. Seharusnya jangan pernah menggunakan CD dari kecil sampai selamanya. Biarkan penis anda hanya tertutup celana pendek yang longgar, sehingga perkembangannya lebih optimal. (anda bisa lihat mengapa bangsa Arab tidak pernah menggunakan CD).

4.Faktor Sunat. Jangan sunat pada usia masih dalam pertumbuhan, biarkan kulit penis dan penis berkembang lebih dulu. Usia yang tepat saat sunat semestinya antara 13-14 tahun. Dengan sunat pada usia dini, maka kulit penis akan tertarik, akibatnya perkembangannya tidak optimal. Apalagi bangsa Afrika punya kebiasaan unik, sejak remaja sampai dewasa, mereka memijat penis mereka, sehingga tidak heran bangsa Afrika dikenal sebagai bangsa ber-penis besar.

Jadi bukan ras yang membedakan ukuran penis, tetapi karena 4 faktor di atas. Bangsa kita mampu kok mewujudkannya, tetapi bukan anda, tapi mulailah dari anak anda kelak. Saya membagi tips ini sebagai bagian dari kecintaan saya terhadapa bangsa ini. Saya tidak ingin pria Indonesia minder karena ukuran penis-nya. 4 faktor di atas adalah bukti nyata dan bukan sekedar basa-basi. Ini adalah tips yang berguna.

Tuesday, December 21, 2004

Ucapan Anwar Ibrahim di Kongres PKR Ipoh

Sila klik di sini untuk mendengar klip video ucapan DSAI di Kongres PKR Ipoh pada 18 Dec 2004

Monday, December 20, 2004

Ancaman pembiusan agama - Fathi Aris Omar

“The only knowledge that can truly orient action is knowledge that frees itself from mere human interests and is based on Ideas – in other words, knowledge that has taken a theoretical attitude” – Jurgen Habermas dalam Knowledge and human interest.

Agama boleh membawa kesan pembiusan pada fikiran. Mereka yang terbius minda tidak akan berfikir lagi berkali-kali dengan kritis sandaran-sandaran idea atau kenyataan yang pernah membentuk sesuatu wacana. Sebaliknya, mereka hanya mengitar semula apa yang pernah disampaikan oleh orang lain. Gejala ini saya gelar ‘muntahan otak’.

Orang ramai yang terkena pembiusan ini memang menyimpan hujah dan maklumat dalam fikiran. Malah dengan sandaran hujah dan maklumat itu, mereka ‘berfikir’ untuk menjana buah-buah fikiran lain. Tetapi apabila dirungkaikan, jelas sekali sandaran-sandaran itu tidaklah boleh diterima dengan baik.

Misalkan, ungkapan-ungkapan berikut: ‘Melayu mesti bersatu’, ‘alat muzik bertali itu haram’, ‘konsert (hiburan) itu meruntuhkan akhlak’, ‘berpakaian seksi boleh menggalakkan jenayah rogol’, ‘Islam penyelamat umat’, ‘Islam dibina di atas keruntuhan jahiliah’, atau ‘ulama pewaris Nabi’.

Apabila sandaran-sandaran ini diperiksa dengan rasional dan dilihat pula konteksnya yang lebih luas, bersandarkan ilmu-ilmu bantu kontemporari, akan jelaslah semuanya ini tidak dapat dipertahankan; malah lompong sama sekali. Tetapi orang yang terbius akalnya, yang tidak kritis, akan mengulang-ulang semula hujah ini dan mengembangkan lagi menjadi wacana-wacana lain.

Dengan keyakinan agama (kononnya ‘akidah’), semua sandaran palsu atau lemah ini beranak-pinak dalam pengolahan buah-buah fikiran kita tanpa disedari. Kelihatannya fikiran atau hujah rasional tetapi hakikat sebenarnya sekadar ‘muntahan otak’!

Terkena wabak

‘Muntahan’ kerana semua sandaran ini tersimpan di dalam otak tetapi belum diproses menjadi fikiran-fikiran yang benar-benar sedar, segar dan independen. Tiada sintesis tetapi sekadar ‘rojak’ maklumat yang bertempel-tempel. Dalam tradisi agama, ia disebut taklid. Maka, ketundukan jiwa dan akal ini layak juga dipanggil ‘taklidisme’.

Ibarat seseorang yang makan dan kemudiannya muntah, masih ada sisa-sisa makanan yang belum diproses – seharusnya menjadi tenaga (khasiat) dan bahan kumuh. ‘Muntahan otak’ tidak menjana khasiat untuk badan umat Islam dan tidak pula mempunyai sisa-sisa kumuh.

Gejala ini, perlu ditegaskan, tidak terkhusus pada golongan agamawan atau orang Melayu sahaja. Sama ada berpendidikan tinggi atau tidak, suka membaca buku atau tidak, semua orang dari semua bangsa boleh terkena wabak ini, wabak yang pernah disebut oleh Immanuel Kant sebagai ‘immaturity’dalam artikel tersohornya, ‘What is enlightenment?’

‘Tidak matang’ bagi Kant (di Jerman pada abad ke-18) dalam bahasa sekarang boleh disebut sejenis ‘minda terkepung’ atau ‘jiwa terjajah’ – yakni, rasa seronok bergantung pada buah-buah fikiran orang lain, gemar disogok idea dan rasa takut, tidak yakin menggunakan akal. Dalam pantun Melayu ada rangkap-rangkap ini: “saya budak baru belajar, mana yang salah tolong tunjukkan.”

Sebab itu apabila agamawan berdepan dengan hujah-hujah baru yang tidak mereka senangi, dari mulut mereka selalu terpacul kata-kata: “terlalu menggunakan akal”, “pakai akal sahaja”, “banyak guna akal” atau “terlalu rasional”. Kemudian, dengan sengaja, akal itu dipertentangkan atau dipolemikkan pula dengan wahyu.

Padahal akal itu seharusnya terintegrasi dengan wahyu dalam ‘maratibul’ ilm’ (seperti konsepsi epistemologi Islam). Golongan agamawan tidak sedar, akibat tertipu dengan kedudukan tinggi wahyu, bahawa akal itu sentiasa bergandingan dengan wahyu – tiada dikotomi melulu.

Mendewakan tradisi ulama

Berbanding bidang-bidang lain (misalnya politik), agama mencengkam jiwa dengan lebih kuat kerana adanya kepercayaan kuat kepada Tuhan, kitab suci, azab dosa, malaikat dan bidadari syurga. Ditambah pula projek mengkuduskan institusi ulama atau mendewakan tradisi ulama, kononnya ‘muktabar’, jumhur atau ‘warak’ tetapi tidak relevan dengan realiti semasa.

Agama bukan persoalan di atas muka bumi sahaja tetapi juga di alam kubur. Maka, kesan pembiusan ini sangat tebal menyelubungi akal kita semua seperti awan hitam pekat sebelum banjir besar di zaman Nuh.

Akibat dampak-dampak jiwa ini, ‘muntahan otak’ di kalangan agamawan dan pengikut mereka sama sahaja dengan gadis-gadis yang terkena bulimia nervosa – kerana terlalu ingin badan yang ramping berdaya ghairah, maka timbul kesan psikologi bahawa makanan yang diambil akan menggemukkan; oleh itu setiap kali makan, kesan psikosomatik badan lama-kelamaan akan menolaknya menjadi ‘muntah’.

Setiap kali ada kelainan hujah dengan kepercayaan sedia ada dalam fikirannya, seperti anutan yang diwarisi daripada kelompoknya, maka segera ‘muntahan otak’ pun terjadi. Di wajahnya akan tergambar ketegangan ‘intrinsic’, akibat daya tolak atau rasa jengkel yang tebal. Dengan itu, khasiat baru atau tenaga tidak diperolehi; sebaliknya ia mengikis tenaga dan khasiat sedia ada – lama kelamaan semakin kurus dan kering.

Pembiusan akal memang sifat istimewa hegemoni dan semua unsur politik, agama, ideologi atau tradisi ada unsur hegemoninya sendiri. Dari mana datangnya hegemoni dalam agama?

Bagi penganut Islam, wahyu sentiasa benar. Tidak ada kritik atau sisi buruk wahyu. Kebenarannya mutlak (pernyataan 1). Oleh itu iman, akidah atau kepercayaan Muslim sentiasa benar pula (pernyataan 2). Oleh itu, hujah agamawan yang berlandaskan wahyu akan sentiasa benar (pernyataan 3). Antara pernyataan 1 dengan 2, dan antara 1 dengan 3, wujud ‘gangguan’ sistem logik di sini tetapi sudah terselubung. Di sinilah bermula suntikan bius agama.

Kebenaran mutlak

Kegagalan hubungan logik antara pernyataan 1 dengan 2 melahirkan individu Muslim yang rasa serba cukup dan malas menimba pengetahuan (baru). Di hatinya terbisik kata, apa yang sedia dimilikinya akan membawanya ke syurga. Sementara kegagalan logik pernyataan 1 dengan 3 melahirkan gejala ‘pengkudusan ulama’ dalam masyarakat Muslim.

Projek pengkudusan ini didukung ungkapan dari mulut kaum ustaz-ustazah juga: “ulama itu pewaris Nabi” (hadis) dan petikan al-Quran, ‘innama yakhsallah min ‘ibadihi al ‘ulama’. Konsepsi ulama itu pula dipersempitkan kepada mereka yang hanya terdidik dalam tradisi agama yang kecil (yang sudah mengalami pengkhususan, seperti juga tradisi ilmu Barat).

Di negara kita, kegagalan logik pernyataan 1 dengan 3 merebak kepada satu lagi lapisan kepalsuan: tradisi itu menjamin kebenaran (pernyataan 4). Kepalsuan pernyataan 4 ini diuar-uarkan dengan kata “masa silam itu lebih baik daripada sekarang” sehingga kemuktabaran hujah tradisi dipertahankan tanpa fikir. Ia sebenarnya sejenis kepalsuan sejarah. ‘Muntahan otak’ bermula di sini.

Pernyataan-pernyataan 2, 3 dan 4 tidak menyimpan kebenaran mutlak; semuanya tertakluk pada kritik dan konteks. Semuanya wajar dikaji dengan mendalam dan terdedah pada penafsiran semula; mempertikaikan hal-hal ini tidak boleh dianggap ‘salah’ atau ‘berdosa’. Tetapi akibat pembiusan agama, agamawan tidak berfikir mendalam tentang hal ini. Mereka sering tertipu antara pernyataan 1 dengan pernyataan-pernyataan 2, 3 dan 4 – seolah-olahnya 2, 3 dan 4 sama taraf kebenaran atau kemutlakannya dengan 1.

Ulama kita tidak luas lagi mendalam sumur ilmunya, maka kemalasan itu diatasi dengan menyebarkan apa yang sedia dirumuskan (daripada tradisi). Langkah ini memang mudah, hanya memuntahkan semula apa yang telah ditelan dan kadar muntah itu pula bergantung pada apa yang pernah ditelannya. Tetapi selalunya yang ditelan itu warisan tradisi, jarang sekali tentang teori-teori kontemporari. Di sinilah ketakseimbangan itu wujud. Dalam ungkapan agamawan sendiri, mereka ini hanya ‘mengenali Islam tetapi tidak arif tentang jahiliyyah (baru)’.

Akibat-akibat buruk lain memang banyak; antaranya, program atau wacana agama lebih berorientasikan ideologi, bukan persekitaran realiti yang berubah-ubah. Kajian atau tinjauan sosial tidak berkembang dalam gerakan Islam – keghairahan untuk menyumbat atau menerap apa yang ada dalam fikiran agamawan lebih kuat daripada memahami masyarakat.

Pembekuan fikiran

Tetapi ganjil pula, Islam yang mereka imani itu sifatnya syumul, meliputi bidang kenegaraan dan pastilah melibatkan dasar-dasar awam. Betapa bekunya fikiran agamawan sehingga kata ‘ideologi’ tidak dapat diterima – hujah mereka, selalunya, Islam itu bukan ideologi! Yang kita maksudkan, bukan Islam wahyu atau mutlak (pernyataan 1), tetapi Islam dalam fikiran manusia (pernyataan 2, 3 dan 4), Islam yang telah ditafsirkan, yang telah diturunkan kepada makna manusiawi, sejenis ideologi.

Semua isu mahu dilihat daripada kaca mata fekah atau teologi (kononnya, inilah cara fikir atau cara hidup Islami) tetapi sempit sekali kefahaman kemanusiaannya – di sini dinamisme manusia tiba-tiba terhenti, lihat kembali hujah mufti-mufti tentang ‘Sure Heboh’, ‘Bollywood’ atau sambutan ‘Hari Valentine.’

Dimensi-dimensi lain daripada produk budaya, seperti Akademi Fantasia, majalah hiburan atau filem Barat tidak diterokai – semuanya ini, bagi mereka, hiburan yang ‘melalaikan’, merosakkan ‘akhlak’ dan ‘maksiat’.

Halal-haram hal-hal ini pula dilihat pada isu sama ada peserta (juga penonton) itu mengerjakan solat, menutup aurat, ‘bergaul bebas’ atau sebaliknya. Dari sudut pandangan kita, analisa fekah-istik seumpama ini sejenis pendangkalan isu dan menyesatkan umat Islam daripada mengarifkan diri dengan lingkungan mereka sendiri. Tetapi ulama, pemimpin politik Islam dan aktivis dakwah tidak pernah menggali dimensi-dimensi lain dan tidak juga sedar bahawa pendangkalan itu sejenis ‘jenayah fikiran’ terhadap umat.

Ajaibnya lagi, mereka yakin bahawa agama itu harus ditegakkan dengan memahami waqi’ atau realiti semasa! Padahal di negara kita, tidak ada seorang pun ulama yang mendalami antropologi atau teori budaya; tidak ada seorang pun ulama yang mempelopori isu-isu sains dan kritik terhadap filsafat moderniti!

Bagi agamawan, agama tidak pernah dan tidak mungkin ‘silap’ (perspektif yang terbentuk pada satah ideational) tetapi dilihat pada satah lain (misalnya sosio-agama) tidaklah benar. Dan mereka tidak lagi dapat memisahkan dua hal ini, malah dikelam-kabutkan pula. Islam itu syumul dan hanya ada satu versi sah, di luar versi ini dianggap ‘bukan Islam’.

Jadi, mereka tidak mengiktiraf ‘Islam Hadhari’, ‘Islam kiri’, ‘Islam kultural’, ‘Islam modernis’, ‘Islam tradisional’ (seperti Seyyed Hossein Nasr) atau ‘Islam liberal’. ‘Islam fundamentalis’ atau ‘Islam politik’ pula dianggap penghayatan agama yang syumul, satu-satunya versi sah; bukan satu cabang kontemporari agama.

Bagi agamawan, kerana mereka berasa diri telah bersandarkan agama (yang mutlak), mereka fikir mereka tidak mungkin tersilap. Tetapi bagi kita, mereka boleh silap seperti juga orang lain, termasuk kesilapan yang paling besar – kesilapan memahami agama dan merumuskan pandangan-pandangan agama dalam konteks kontemporari.

Tulisan ini asalnya diterbit dalam Malaysiakini.com (6 Disember 2004). Ia diterbitkan semula di sini dengan izin penulisnya. Beliau dapat dihubungi di fathiaris@yahoo.com

Sunday, December 19, 2004

Yasmin berhenti buat filem?

Sila klik di sini untuk membaca artikel penuh yang ditulis oleh Noor Azam Shairi, seorang wartawan hiburan yang terbaik di negara ini.

Secara peribadi aku menghormati keputusan yang diambil oleh Kak Yasmin walaupun jauh di sudut hati aku amat mengharapkan agar beliau dapat melawan lembaga penjaga moral yang usang seusang ahli-ahli panelnya. Aku amat berharap agar aku dapat mempengaruhinya untuk berubah fikiran.

Sikap salah seorang ahli panelnya yang bergelar Senator, Dato' Jins Shamsuddin yang tertidur semasa sesi tayangan menyerlahkan lagi sikap tidak serius dan tidak bertanggungjawab. Apa yang pasti rasa hormat terhadap Dato' Jins yang selama ini amat tinggi (kecuali pembabitan beliau di dalam parti perkauman terbesar di Malaysia, UMNO) telah mulai menurun.

Tolak ketepi isu peribadi Dato' Jins, aku mengharapkan agar rakyat Malaysia serta badan-badan yang memperjuangkan hak asasi manusia seperti Suaram, Suhakam dan Amnesty International Malaysia dapat berbuat sesuatu untuk menjadikan lembaga yang bernama LPF itu bersikap lebih liberal terhadap pembikin filem di Malaysia atau lebih ekstrem lagi, diruntuhkan sahaja.

Jika anda ingin meluahkan kata-kata atau sebagainya terhadap Kak Yasmin, sila klik di sini dan di sini

Wednesday, December 15, 2004

How could u miss this.....? .....have a look & forward to others!

National Youth Camp

"UNDER ONE ROOF"

24 - 27 DECEMBER 2004

at New Era Collage,Kajang

Orgnizer: Malaysia Youth and Student Democratic Movement (DEMA)

Co-organizer: Gabungan Mahasiswa Islam Se-Malaysia (GAMIS),

Kelab Rakan Siswa Islah Malaysia (KARISMA), Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM), Food Not Bomb (FNB), Jawatankuasa Kebajikan Mahasiswa mahasiswi (JKMI)

What is NATIONAL YOUTH CAMP “UNDER ONE ROOF”?

National Youth Camp “Under One Roof” provides a platform for students and youth from all over the country to share their experiences as a Malaysian. Well, this is an opportunity for students and youth to know each other and to work out and experience the meaning of “UNDER ONE ROOF”.

The objectives of the camp are as below:

A. To impose a basic understanding of the independence history of Malaysia.

B. To comprehend the notion of unity and how we, children of the nation from different background and religion share the common understanding each other.

C. To provide a platform for students from multiracial and multi religion to exchange view.
D. To broaden the perspective of the student in issues related local and event the international issues.

E. Strengthen solidarity among students mapping out the possible actors in the society by develop a concrete action plan among different students organization in Malaysia in the built up of the democracy, justice and peace in the country.

What we have in NYC?

***Seminar:

“Globalisation and Students Movement”

“Democracy & Freedom: Before & After”

“Another Look at the Nation History: Redefine National Identity”

“University of Tomorrow: Malaysian Students’ Vision”

Prominent speakers:

Rey Asis (Regional Secretary of Asian Students Association) will share his views and ideas on peace and disarmament to provide an understanding on regional security and current international issues.

Hishamuddin Rais (Film director and social activist) talks about the notion of democracy and freedom in the context of Malaysia in order to pave the way for an ideal society.

Saari Sungib (President of Jemaah Islamiah Malaysia) will focus on the history of the independence of Malaysia and the substance of national identity.

***Games, Solidarity Night

***Let’s join!!! U may be one of the 100 Participants from all university, collage over the country.

Best wishes,

Ginie(012-6693453)

Monday, December 13, 2004

Pemimpin kerajaan Malaysia memalukan

Kenyataan amaran yang dikeluarkan oleh Pak Lah kepada pemimpin kerajaan luar supaya tidak bertemu Anwar Ibrahim amat memalukan. Malaysia yang mengaku mengamalkan demokrasi telah secara tidak langsung menjatuhkan imej negara di mata dunia dengan tingkah laku yang keanak-anakan.

Apa salah Anwar untuk bertemu pemimpin luar? Bukankah beliau sudah bebas? Adakah pemimpin kerajaan asing begitu bodoh sehingga boleh bersikap menyokong Anwar membabi buta tatkala bertemunya sahaja?

Langkah pemimpin Indonesia untuk bertemu dengan Anwar harus dipuji kerana seperti yang disebut di dalam lidah pengarang Jakarta Post bahawa,

In the past, it was commonplace for mutually repressive political regimes in the
region to shun politically blacklisted figures of neighboring countries. We, in
Indonesia, to some extent, are thankfully moving away from such practices.

Political opposition is part-and-parcel of democracy. To excise courtesy
simply because a visitor is a known-political opponent is a culture Indonesians
should reject.
Tindakan Indonesia semakin menjadikan negara mereka sebagai sebuah model demokrasi terbaik yang perlu dicontohi walaupun masih tidak sempurna di rantau Asia Tenggara. Kenyataan Datuk Seri Najib yang mengkritik kenyataan Anwar dan masih beromantis dengan sistem demokrasi di Malaysia memperlihatkan sikap bodoh sombong kerajaan Malaysia di bawah BN.

Memang tidak dapat dinafikan bahawa amalan demokrasi yang diamalkan selama ini telah memberikan kemakmuran kepada penduduk bumi bertuah ini. Namun begitu, untuk bersikap berpuas hati hanya akan menyebabkan kelumpuhan kepada negara di dalam pelbagai segi. Apa salahnya untuk bersikap seperti jiran kita yang mengakui sejujurnya bahawa dasar dan amalan ekonomi mereka masih lemah yang mana berpunca salah satunya akibat amalan korupsi yang berleluasa. Apabila sudah mengakui kelemahan, mereka tanpa segan silu ingin belajar dengan negara kita tentang kelemahan ini. Adakah Malaysia sedia untuk mengaku kelemahan amalan demokrasi dan kongkongan media dan bertanya dengan jiran kita cara bagaimana untuk mempertingkatkannya?

Friday, December 10, 2004

Apa nasib filem Sepet, LPF tak relevan!

Sila klik di sini untuk membaca rintihan Yasmin Ahmad tentang nasib filem terbarunya, Sepet.

Difahamkan terdapat 9 babak yang terpaksa dipotong oleh LPF, penjaga moral rakyat Malaysia di mana Kak Yasmin berpendirian tidak akan menayangkan filem ini jika pihak LPF tidak bertolak ansur. Jika itu terjadi, amatlah malang rakyat Malaysia kerana tidak berpeluang untuk menjamahnya kecuali mereka yang sempat menontonnya di Singapura beberapa bulan lepas dan melalui 'private screening' yang terhad.

Aku berharap agar Kak Yasmin tidak putus asa dan mengharapkan agar tindakan susulan dapat dibuat. Kita harus melawan LPF yang ketinggalan zaman ini dengan apa cara sekalipun. Jika kita duduk membisu, sampai bilapun LPF itu akan menjadi lembaga yang memundurkan pemikiran rakyat Malaysia. Malaysia boleh! LPF boleh blah!

Thursday, December 09, 2004

My fave Utada song

Kremlin Dusk
by Utada Hikaru

Album : Exodus

All along I was searching for my Lenore
In the words of Mr. Edgar Allan Poe
Now I’m sober and “Nevermore”
Will the Ravens come to bother me at home

Calling you, calling you home…..
You…. Calling you, calling you home

By the door you said u had to go
Couldn’t help me anymore
This I saw coming, long before
So I kept on staring out the window

Calling you, calling you home
You… calling you, calling you home

I am a natural entertainer, aren’t we all?
Holding pieces of dying ember
I’m just trying to remember who I can call
Who can I call…

Home…. Calling you, calling you

I run a secret propaganda
Aren’t we all hiding pieces of broken anger
I’m just trying to remember who I can call
Can I call?

* Born in a war of opposite attraction
It isn’t, or is it a natural conception
Torn by the arms in opposite directions
It isn’t or is it a Modernist reaction

Repeat *

Is it like this? (Born in a war of opposite attraction)
Is it always the same?
When a heartache begins, (Torn by the arms in opposite directions )
is it like this?
Do you like this? (Born in a war of opposite attraction)
Is it always the same?
Will you come back again? (Torn by the arms in opposite directions)
Do you like this? (It isn’t or is it a Modernist reaction)

Is it always the same? And will you come back again?
Do you like this? Oh do you like this?
Is it like this? ( repeat * as bgm )
Is it always the same?
If you change your mind, won't you tell me?

Is it like this? Is it always the same?
When a heartache begins, is it like this?
If you like this. Will you remember my name?
Will you play it again, if you like this?

Tuesday, December 07, 2004

‘Nafas’ berhala tanpa kepala - Fathi Aris Omar

Ada sesuatu yang ‘ganjil’ dalam pengucapan seni Raja Shahriman Raja Aziddin. Begitu juga kurator pameran seni arca ‘Nafas’, Nur Hanim Mohamed Khairuddin. Teks kurator dalam katalog dengan sejumlah foto arca itu – dengan latar pengarca – berada dalam simpang paradoks.

Kemelut Shahriman bukan baru dan kupasan kurator pula hanya menegaskan apa yang ada. Hal ini masih boleh dibahaskan, maksudnya isu Islam menentang penghasilan arca yang menyerupai ‘imej’ kejadian Tuhan, sama ada manusia (anthropomorphic) atau haiwan (zoomorphic).

Tetapi, selepas merenung kembali rencana pengiring pameran itu, ‘Nafas Asyik: Hakikat insan mabuk seni’, saya dapati tidak ada kekuatan yang fundamental bersamanya. Tidak ada yang ‘berat’ cuba dipermasalahkan kecuali berat besi-besi itu sendiri; tidak pula mengasyikkan. Mungkin saya silap.

Kelihatan wacana Nur Hanim, tidak sejajar dengan karya Raja Shahriman. Isu pokok yang cuba dibahaskan oleh kurator – dan mungkin hal yang sama berlegar dalam fikiran pengarca – tidak tertuang dalam karya.

Maksud saya, apakah definisi ‘berhala’ atau patung yang menyerupai kejadian Tuhan yang dilarang oleh Islam? Persoalan ini yang menghantui Raja Shahriman selepas terpengaruh dengan semangat anti-patung atau konsep ikonoklasme Melayu-Islam sekarang.

Tetapi pengarca mengambil jalan mudah, tidak mahu mendekati atau memecahkan persoalan ini, sebaliknya membuangnya jauh-jauh. Caranya: buang kepala si berhala!

Misalkan begini: patung-patung dari kuil dibuang kepalanya, diletakkan pula di satu ruang pameran lain (bukan lagi di kuil), maka apakah layak ‘diterima’ dalam perumusan ikonoklasme Islam di negara kita saat ini?

Masalah falsafah

Kata Nur Hanim, “ikonoklasme bukan membawa konotasi harfiah pemusnahan’ (objek patung). Namun menjurus kepada proses peralihan konteks (recontextualization) dan pencacatan rupa (defacement). Atur letak imej-imej ‘berhala’ diubah suai agar lupus ‘kesuciannya’; imej-imej dicacatkan bahagian muka terutama mata dan hidung supaya hilang ruh yang bersemadi bersamanya.” (muka surat 7; dan nadanya diulang di bahagian kesimpulan pada halaman 12).

Perenggan ini cukup bermasalah dari segi falsafah dan juga zahir pengkaryaan Raja Shahriman. Tidak ada proses ‘menyelesaikan’ masalah kepala atau muka (seperti didakwa Nur Hanim) pada semua patung pengarca ini kerana semuanya tidak mempunyai kepala.

Jika ‘ada’ (lihat arca-arca No. 1, 8, 14 dan 20), ia diwakilkan dengan sepotong besi tajam yang menakutkan. Kelihatannya seperti ‘pucuk api’ (simbolisme ‘iblis’ dalam al-Quran), bukan kepala atau lidah (atau mulut, satu lagi ruang bernafas).

Dalam bahasa mudah, kepala arca Raja Shahriman dibuang bagi menjadikannya ‘halal’ di sisi sosio-agama (dan mungkin juga di hatinya) kerana takut pada ikonoklasme Melayu saat ini. Tetapi bagaimana semua patung ini boleh ‘bernafas’ tanpa kepala? Ekspresi ‘nafasnya’ (tema pameran) bagaimana dan di mana? Pada gerakkah, pada riak mukakah atau pada hidungkah?

Setahu saya, hanya lipas (atau serangga) yang mempunyai liang-liang pernafasan di sisi badannya, bukan di kepala. Nafas ini, kata kurator, simbol ruh yang menjadi asas pertikaian budaya ikonoklasme Islam, kononnya ia pancaran ‘tauhid’.

Saya nampak Nur Hanim sendiri tidak senang dengan kata ‘berhala’ atau konsepsi ikonoklasme seumpama itu. Sebabnya, dalam tulisan beliau, kata ‘berhala’ diletakkan dalam tanda kutip (quotation marks) semacam ‘bantahan senyap’.

Kepala arca

Tetapi saya menduga, Raja Shahriman memang benar-benar percaya bahawa membuang kepala itu akan menyelamatkan arcanya daripada digelar ‘berhala’; sebab itu kepala arca-arcanya dibuang sama sekali! Berbeza arcanya dalam pameran ‘Gerak Tempur’ (1995) atau ‘Semangat Besi’ (2001) yang masih mempunyai elemen kepala.

Tetapi persoalannya, walaupun kita bernafas melalui hidung (di kepala), tetapi ruh tidak pernah dengan pasti ditentukan di kepala. Ertinya, kepala bukan tempat ruh. Dalam pandangan Islam, di manakah letaknya ruh?

Kecuali ‘ruh’ itu diperkecilkan tafsirannya secara reduktif – proses biokimia di dalam otak. Pada sisi kajian sains mutakhir, kematian otak menjadi takrif kematian seseorang. Kita tahu otak memerlukan oksigen. Nafas itu pula, pada pandangan sains, keluar-masuk karbon dioksida dan oksigen.

Tetapi ruh bukannya oksigen; bukan juga proses biokimia di dalam otak. Ruh manusia, setakat ini, tidak tertakrifkan kerana (dalam paradigma al-Quran) ia jelmaan daripada hembusan ruh Allah (kepada Adam). Sedangkan zat Tuhan pula bukan sahaja misteri tetapi dilarang daripada dikaji dan dibicarakan.

Ada pula larangan daripada bertanya asal muasal kejadian ruh manusia, kerana dikaitkan dengan “urusan Tuhan-mu” (dialog Allah dengan Muhammad seperti diceritakan dalam al-Quran). Oleh itu, saya duga, falsafah Islam tradisi (seperti anutan Raja Shahriman, mungkin) tidak dapat menerima pandangan empirikal yang reduktionistik ini. Hal sedemikian hanya usaha penurunan darjat intelektual falsafah seni kepada nisbah saintisme seni.

Pandangan seumpama ini hanya layak dalam perspektif ‘pascamodenisme’ sahaja – maksudnya perspektif yang membenarkan campur-aduk wacana yang tidak berhala (hala di sini maksudnya ‘arah’). Sebab itu, sukar hendak dikatakan pameran arca ‘Nafas’ sebagai ekspresi ‘seni Islam’ (seperti ideologi yang dianut sekarang).

Malah tema ‘Nafas’ itu suatu rumusan yang masih terawang-awang dan mengada-ngada. Elok jika digubah temanya dengan kata-kata lain, misalnya siri ‘berhala logam tanpa kepala’. Bagi Nur Hanim pula, isu ini paling asasi dalam pameran Raja Shahriman setelah terpaksa bergelut dengan “dogma anikonisme” sekian lama.

Luahan kreatif seniman

Kata kurator ini, di bahagian pengenalan (dan nada yang sama di muka surat 13), “menzahirkan ‘kelegaan’ beliau [pengarca] kerana barang kali akhirnya sudah ditemui titik indah perseimbangan anikonisme-ikonoklasme di dalam penerokaannya [Raja Shahriman] mengenal hakikat insan.”

Tetapi seperti saya cuba tunjukkan tadi, pengarca tidak serius mendepaninya – soal pencacatan muka seperti cuba didakwa oleh kurator. Sebaliknya, pengarca lebih rela nafas – simbol hidup dan kemuliaan insan itu – itu dizahirkan melalui gerak-gerak anggota badan yang ‘rendah’, yang kurang mulia, seperti kaki, tangan atau celah kangkang.

Bahkan banyak juga arcanya (No. 21 hingga 30) yang ‘tidak bernafas’ sebab tidak boleh berdiri sendiri (dan harus guna tapak sokongan)! Bukankah ini mendekati imej seorang pesakit yang vegetative di perbaringan? Tetapi jika ia sedang terminal, geraknya tidak wajar dalam posisi badan yang canggih lagi rancak lagak seorang pahlawan pula.

Namun begitu, saya pandang tinggi wacana yang cuba digeluti Raja Shahriman sejak dulu. Wacana ini bukan persoalan peribadi beliau tetapi sejenis kekangan ketara bagi luahan kreatif seniman kita. Jarang dapat dilihat pergelutan idea sepenting ini dijadikan subjek pengolahan karya seni. Di satu sisi, dia telah cuba menawarkan jawapan seperti tanggapan Nur Hanim tadi. Tetapi masih simplistik dan harus diperdebatkan lagi oleh seniman-seniman Melayu-Islam.

Setidak-tidaknya, pada sisi lain, wacana-wacana baru sangat diperlukan bagi menentang dogmatisme aliran berfikir agama yang ‘fekah-istik’, dangkal dan fundamentalistik. Konsepsi Islam di negara kita cenderung formalistik atau harfiah, satu kecenderungan yang ‘berbahaya’ (pada hemat saya) untuk perkembangan akal sihat. Juga, kecenderungan mengabaikan teori-teori seni budaya yang sedang rancak berkembang di dunia antarabangsa.

Ambil contoh, penggunaan teori semiotika dalam kajian budaya bersama ruang-ruang tindihnya dengan disiplin-disiplin epistemologi, teori komunikasi, antropologi budaya atau teori maklumat. Kajian semiotika sosial membolehkan kita melihat dunia dari perspektif ‘tanda’ yang lebih dinamis dan sebagai kaedah analisa yang lebih mendalam, cair lagi perinci.

Atau mudah disebut begini: proses bagaimana manusia merumuskan makna (di dalam diri), mengeluarkan makna (kepada sasaran komunikasi) dan mengedarkan makna (secara kolektif). Hakikatnya manusia tidak bergantung pada ‘tanda’ – seperti muzik pop, patung atau jilbab – secara lapisan luar semata-mata tetapi proses pemaknaan (signification) diri dalam semiosphere.

Falsafah ilmu Eropah

Susun lapis makna, kata Roland Barthes, melibatkan mitos atau ideologi – suatu proses melumpuhkan minda dengan kebiasaan-kebiasaan sosial agar diterima ramai tanpa dipertikaikan. Seolah-olah makna muncul secara ‘semula jadi’; bukannya rekaan manusia dari kelompok pengawal yang dominan.

Memang objek atau ‘tanda’ itu penting dan ada hubungan akrab dengan proses pemaknaan. Tetapi akhirnya ‘kandungan kod-kod budaya’ yang menguasai diri manusia. Objek boleh terpisah daripada kod dan makna, itu maksud saya, seperti cuba dilihat dalam wacana aliran absurdisme (polemik subjek-objek warisan dualisme dalam falsafah ilmu Eropah).

Maksud saya begini, patung hanya boleh dianggap ‘berhala’ dalam budaya yang memahami objek itu sebagai sembahan pengabdian dan digunakan pula untuk upacara agama. Dalam wacana Arab pra-Islam, berhala tidak dianggap Tuhan sepenuhnya. Berhala juga dianggap zulfa, ‘orang tengah’, antara manusia dengan Tuhan yang Esa.

Wacana ini, disebut dalam al-Quran dan hadis, difahami di zaman Nabi dengan mengaitkan kelompok paderi Kristian (yang mengubah hukum-hakam Tuhan sewenang-wenangnya) sebagai berlagak ‘berhala’. Martin Luther di Jerman beratus-ratus tahun kemudian akhirnya memprotes unsur-unsur kepaderian ini (yang telah diungkapkan di zaman Nabi) dan lahirlah mazhab Protestan.

Dalam budaya animisme kita, pokok besar dan menyeramkan, busut anai-anai atau ‘hantu laut’ (yang mendorong ‘puja pantai’) mungkin lebih besar kesan keberhalaannya (dan jika begitu, layak dibasmikan?) berbanding arca Raja Shahriman (walau kepalanya dikekalkan).

Malah dalam konteks semasa, footage pemimpin politik kita di televisyen yang diulang-ulang bersama muzik dan lirik bertulis dengan nada memuja boleh diangkat sebagai ‘berhala’ tersendiri. ‘Berhala’ ini jauh lebih kuat kesan ‘penyembahannya’ berbanding arca-arca dalam siri ‘Nafas’.

Tetapi ‘berhala’ pemimpin politik negara kita tidak akan dimaknai oleh semua orang. Imej-imej ini diberhalai oleh orang yang menyanjung-yanjung kekuasan (kudrat) pemimpin politik, menyerah diri pada kawalan mutlak kuasa mereka, takut dan bergantung nasib (untung dan celaka) di tangan mereka sahaja. Ia boleh mencapai tahap syirk atau ‘menduakan Tuhan’.

Ideologi dan kekuasaan

Maksud saya, signification itu sangat penting dalam debat sama ada berhala atau tidaknya sesuatu objek atau imej. Keberhalaan bukanlah objek tetapi inti maknanya. Jika makna hubungan itu sebagai pengabdian atau ‘ubudiyyah, apa sahaja objek, imej, ideologi atau kekuasaan akan mencapai taraf ‘berhala’.

Dulu, berhala pernah wujud dalam bentuk (saiz) duit syiling. Sebab itu, ketika diperkenalkan mata wang syiling dalam empayar Islam, ada bantahan dari ulama! Peranan berhala kecil ini seperti tangkal (azimat?) dalam budaya kita.

Keberhalaan ditandai bukan hanya keindahan, kasih dan kekaguman. Keberhalaan hakiki terletak pada kebergantungan nasib, ketakutan pada kuasanya dan penyerahan (ketundukan) diri sehingga mengubah gerak, termasuk gerak hati.

Di sini, hasil seni hanya menimbulkan rasa indah (estetika) dan kagum pada objek yang diciptakan (maksudnya, hasil kerja) tetapi tidak melibatkan rasa kebergantungan nasib, ketakutan pada kuasanya dan penyerahan (ketundukan) jiwa akibat kebergantungan dan rasa takut itu.

Kuasa politik dan kuasa ekonomi lebih kuat ‘kesan keberhalaannya’ berbanding kuasa seni. Oleh itu, objek seni atau arca patung (walau dengan kepala) bukanlah dengan sendirinya sejenis berhala.

Cuma, akibat kedangkalan kita sendiri dalam asas-asas pemikiran agama dan juga teori-teori budaya kontemporari, semiosfera kita saat ini masih melihat patung (kecuali di tangan kanak-kanak atau yang dipakaikan baju di kompleks membeli-belah) sebagai ‘meniru ciptaan Tuhan’ atau ‘berhala’. Inti semiosfera ini boleh diubah jika wacana Islam kita berjaya meminjam kajian-kajian budaya kontemporari.

NOTA: Tulisan Nur Hanim boleh dilihat dalam katalog Nafas: Seni Arca Raja Shahriman terbitan Balai Seni Lukis Negara (Jun, 2004).

Tulisan ini asalnya diterbit dalam Malaysiakini.com (29 November 2004). Ia diterbitkan semula di sini dengan izin penulisnya. Beliau dapat dihubungi di fathiaris@yahoo.com

Thursday, December 02, 2004

Dear all, please read this and be aware of the situation at least. Individuals and Groups if you wish, please endorse the campaign and show your support by carrying out the actions suggested at the bottom of this email. Let's push for more democracy for students in this country.

Urgent Appeal (Latest Update):

USM: Verdict to be heard on this Thursday, 2nd December

The fate of the student, who is currently threatened with expulsion for her alleged involvement in proscribed political activity, will be known on this Thursday, 2nd December 2004.

Soh Sook Hwa, a final-year student of University of Science Malaysia (USM), has been called to attend a disciplinary hearing for the second time this Thursday. She attended the first disciplinary hearing at the Division of Student Affairs and Development of USM on 24th November. She was told that the decision of the Disciplinary Board will be announced at this hearing.

Soh has been charged by the university authority for allegedly participating in the election campaign in March this year. Soh is accused for having breached the University and University Colleges Act (UUCA), which is stated in Section 15 that any student is not allowed to involve or show support, sympathy or opposition to any political party, union or organization without prior permission from Vice Chancellor.

During the last hearing

On 24th November, there was no decision delivered by the disciplinary board after a 2-hour hearing. The hearing was chaired by Deputy Vice Chancellor in-charge of Division of Student Affairs and Development, Associate Professor Jamaluddin Mohaiadin. Others on the board were 3 lecturers, 1 staff Division of Student Affairs and Development and the head of Security Department. The hearing started at about 2.40 pm and ended at 4.45 pm.

A gag order was imposed on Soh so she was not allowed to reveal the contents of the hearing under the repressive UUCA. Her lawyer, Ang Hean Leng had requested to represent her at the disciplinary hearing, but was refused.

Before the hearing, at about 12.30 noon, a delegation of civil society groups went to the office of Division of Student Affairs and Development to submit a joint memorandum signed by 53 groups. But the delegation, which consisted of 10 representatives, was not able to meet the Deputy Vice Chancellor. Not even a staff came forward to receive the memorandum.

When the delegation went back again at 2.00 pm, they were stopped by security guards at a road-block set up at the vicinity of the office of Division of Student Affairs and Development. There was a heavy present of security guards (uniformed and plain-coats) at every entrance to the office of Division of Student Affairs and Development. A police patrol car also went inside the campus for about 15 minutes.

A public relation officer, Muhammad Abdullah, came after the delegates insisting to meet the Deputy Vice Chancellor. Initially he was saying that he is willing to receive the memorandum and convey the delegates’ message to the Deputy Vice Chancellor. But his attitude changed when the delegates asked him to sign at the memorandum to prove he has received the memorandum. He walked out from the meeting without giving any reason and not receiving the memorandum, leaving the reporters in puzzled.
Meanwhile, a group of students who were concerned about Soh situation, gathered at the walkway in front of Dewan Budaya building, to wait for the result of the hearing. There were also heavy present of security officers, with cameras, watching them. But there was no unhappy incident.

At about 4.30 pm, an officer from Division of Student Affairs and Development, Khairul Irwan, came to receive the memorandum, at the old building of Security Department. It was just before Soh came out from the hearing room.

Soh was warned for not revealing any information about the hearing. The disciplinary board was also not giving any actual date when the decision will be delivered.

Now, the fate of the student will be known on this Thursday.

Background

3 students were alleged to be suspected involved in the election campaign during 11th General Election in March this year, by the Division of Student Affairs and Development of USM. They were investigated by the Security Department of USM since April. All three of them were called to attend an enquiry session on 27th May. Among two of them were final year students in 2003-04 term and graduated in August this year. These two students managed to graduate. Another student, Soh, who is now in her final year in 2004-05 term was under investigation and now is facing threat of being expelled.

USM has an infamous track record of suppressing student activism in the last few years. UUCA is one of the notorious repressive laws that have been used to curb student activism since 1971. Fundamental liberties of a student such as freedom of expression, freedom of association and freedom of thoughts are being taken away with the existence of such laws.

Soh, who is an eligible voter and granted her right to vote under the Federal Constitution, is now facing persecution of the University authority for her allegedly involvement in election campaign. It is unjust and unreasonable to forbid students to participate in political activities, and it has severely violated civil liberties of a voter in a democratic society.

RECOMMENDED ACTION:

We do believe that the huge volume of appeals sent by concerned individuals and groups, has created effect that made the disciplinary board suspend the decision on 24th November.

We call upon civil society groups and concerned individuals to write to the USM authority, to express your concern towards this issue and urge the USM authority to stop intimidating students with repressive measures.

Please send your appeal letter through fax or e-mail to the authority of USM as soon as possible:

- calling the USM authority not to penalize the student for her involvement in election campaign

- urging the USM authority not to take further action against the student

- calling on the USM authority to ensure the civil liberties of the student are respected and protected

- calling the USM authority stop harassing students to exercise their fundamental liberties by using the repressive UUCA and other similar regulations

Every letter counts!!!

PLEASE SEND YOUR APPEALS IMMEDIATELY TO:
Professor Dato’ Dzulkifli Abdul Razak
Naib Canselor
Pejabat Naib Canselor
Universiti Sains Malaysia
11800 Minden
Pulau Pinang
Tel: 04-6573987
Fax: 04-6565401
E-mail: vc@usm.my

Dato’ Profesor Madya Jamaluddin Mohaiadin
Timbalan Naib Canselor
Bahagian Hal Ehwal dan Pembangunan Pelajar
Universiti Sains Malaysia
Tel: 04-6568869
Fax: 04-6573761
E-mail: dvcstu@usm.my

Released by
Choo Chon Kai (019-5669518)
Branch Coordinator

SUARA RAKYAT MALAYSIA
Headquarters:
Address: 383, 1st Floor, Jalan 5/59, 46000 Petaling
Jaya, Selangor, Malaysia.
Telephone: +6 03 7784 3525 Fax: +6 03 7784 3526
Email: suaram@suaram.org Web: www.suaram.net

Penang Branch:
Address: 85, Lorong Pekaka 5, Taman Desa Baru, 11700
Gelugor, Pulau Pinang, Malaysia
Telephone / Fax: + 6 04 658 2285
E-mail: suarampg@hotmail.com / suarampg@suaram.org